Sabtu, 03 Januari 2015

Artikel Konseptual



FORTIFIKASI VITAMIN A DALAM MINYAK GORENG CURAH SEBAGAI UPAYA  INTERVENSI KURANG VITAMIN A (KVA)
Dewi Ernawati
ABSTRAK
Kurang Vitamin A (KVA) merupakan salah satu permasalahan gizi utama di Indonesia. Pemerintah Indonesia telah mengupayakan berbagai program untuk mengatasi kurang vitamin A terutama pada anak-anak, antara lain melalui program suplementasi kapsul vitamin A untuk anak balita setiap 6 bulan, penganekaragaman makanan, pemanfaatan pekarangan, dan fortifikasi. Salah satu bahan pangan yang banyak digunakan masyarakat dan berpeluang untuk difortifikasi adalah minyak goreng. Minyak goreng merupakan minyak yang konsumsinya di dunia cenderung meningkat, khususnya dikalangan masyarakat ekonomi lemah. Konsumsi minyak goreng di Indonesia hampir seluruhnya berasal dari minyak kelapa dan minyak kelapa sawit.Minyak kelapa sawit yang beredar di pasaran terbagi menjadi dua jenis, yaitu yang dijual dengan merk (brand) dan tidak (curah). Sekitar 70-75% minyak goreng yang diproduksi dan beredar di Indonesia adalah minyak curah. Selain itu, 77,5% rumah tangga di Indonesia menggunakan minyak curah untuk menggoreng. Masyarakat lebih memilih untuk membeli minyak goreng curah karena harganya yang lebih murah. Atas dasar pertimbangan tersebut maka minyak goreng curah sangat berpeluang untuk difortifikasi dengan vitamin A.
Kata Kunci : Fortifikasi, Minyak Goreng Curah, Intervensi, Kurang Vitamin A (KVA)

PENDAHULUAN
Meskipun Indonesia dinyatakan telah bebas dari Xerofthalmia, namun Indonesia masih harus menghadapi masalah Kurang Vitamin A (KVA) terutama bagi kelompok yang rentan seperti anak balita dan ibu hamil (Achadi dkk 2010:256). Kurang Vitamin A akan mempengaruhi berbagai fungsi penting tubuh, antara lain sistem imunitas, penglihatan, sistem reproduksi dan pembelahan sel.Pemerintah Indonesia telah mengupayakan berbagai program untuk mengatasi kurang vitamin A terutama pada anak-anak, antara lain melalui program suplementasi kapsul vitamin A untuk anak balita setiap 6 bulan, penganekaragaman makanan, pemanfaatan pekarangan, dan fortifikasi(Achadi dkk 2010:256).
Dari berbagai program tersebut khususnya suplementasi kapsul vitamin A telah berhasil membuat Indonesia bebas dari Xerofthalmia dan menurunkan kematian anak. Namun, selain dampak positif, program suplementasi vitamin A memperlihatkan berbagai implikasi yang dapat mengancam kelestarian program. Pertama, suplementasi memerlukan kesinambungan  pengadaan dan penyelenggaraan. Kedua, suplementasi merupakan program yang cukup mahal. Oleh sebab itu, perlu dilakukan perkuatan program laindan yang bersifat jangka panjang mengingat perubahan pola konsumsi merupakan program jangka panjang. Namun, hal tersebut tidak mudah dilaksanakan, bukan saja karena perubahan perilaku merupakan proses yang lama, tetapi juga karena makanan yang kaya vitamin A tergolong mahal. Kini pemerintah Indonesia mempertimbangkan fortifikasi vitamin A di dalam bahan makanan karena dianggap lebih efektif  daripada suplementasi(Achadi dkk 2010:256).
Produk pangan yang difortifikasi harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: pertama, banyak dikonsumsi oleh masyarakat khususnya masyarakat miskin. Kedua, produsen yang memproduksi dan mengolah bahan makanan tersebut terbatas jumlahnya, dan ketiga teknologi fortifikasi untuk makanan yang dipilih tersedia. Selain itu, setelah difortifikasi bahan pangan tidak berubah rasa, warna, dan konsistensinya, serta tetap aman untuk dikonsumsi dan tidak membahayakan kesehatan (Martianto dkk 2009:83). Salah satu bahan pangan yang banyak digunakan masyarakat dan berpeluang untuk difortifikasi adalah minyak goreng. Minyak goreng merupakan minyak yang konsumsinya di dunia cenderung meningkat, khususnya dikalangan masyarakat ekonomi lemah. Konsumsi minyak goreng di Indonesia hampir seluruhnya berasal dari minyak kelapa dan minyak kelapa sawit. Namun minyak kelapa sudak tidak lagi dipakai luas oleh masyarakat(Martianto dkk 2009:83).
Minyak kelapa sawit yang beredar di pasaran terbagi menjadi dua jenis, yaitu yang dijual dengan merk (brand) dan tidak (curah). Sekitar 70-75% minyak goreng yang diproduksi dan beredar di Indonesia adalah minyak curah. Selain itu, 77,5% rumah tangga di Indonesia menggunakan minyak curah untuk menggoreng. Masyarakat lebih memilih untuk membeli minyak goreng curah karena harganya yang lebih murah. Atas dasar pertimbangan tersebut maka minyak goreng curah sangat berpeluang untuk difortifikasi dengan vitamin A(Martianto dkk 2009:83).
Kekurangan vitamin A pada anak laki-laki dananak perempuan terlihat berbeda, tetapi secara statistik tidak bermakna. Sementara itu, proporsi KVA ditemukan lebih rendah pada anak yang berumur lebih dari 9 tahun daripada anak yang lebih muda. Hal tersebut mungkin dapat dijelaskan sehubungan dengan status morbiditas yang terendah pada anak yang berumur lebih dari 9 tahun(Achadi dkk 2010:260). Diasumsikan bahwa status sosial ekonomi yang lebih baik berhubungan dengan prevalensi KVA yang lebih rendah, karena pola makan yang lebih baik. Namun berdasarkan penelitian, prevalensi KVA lebih rendah pada anak dengan pendidikan ibu dan ayah yang lebih tinggi, walaupun perbedaan tersebut tidak bermakna. Kebutuhan zat gizi pada anak menderita penyakit infeksi akan meningkat dan apabila tidak dipenuhi akan berakibat pada penurunan status gizi. Berdasarkan penelitian proporsi anak dengan KVA lenih tinggi pada anak yang pada bulan sebelumnya menderita sakit, tetapi perbedaan tersebut secara statistik tidak bermakna.
Kekurangan vitamin A sering dihubungkan dengan berbagai satus gizi yang lain, seperti KVA dianggap faktor penyebab anemia bersama defisiensi besi, asam folat, vitamin B12, dan penyakit infeksi kronis seperti malaria. Program fortifikasi seharusnya menjadi program andalan untuk mengatasi masalah KVA karea telah terbukti efektivitas di berbagai negara. Di Eropa, rata-rata 20-50 % suplai vitamin A berasal dari makanan yang difortifikasi dengan vitamin. Fortifikasi margarin dan makanan lainnya sudah dimulai lebih dari 7 dekade yang lalu. Konsensus informal Technical Consultation yang diprakarsai oleh UNICEF bekerjasama dengan MI, WHO, CIDA, dan USAID pada bulan Desember 1997, menjanjikan bahwa fortifikasi memberikan harapan yang besar dalam mengatasi KVA, seperti statement yang dikeluarkannya: Vitamin A fortification is a central strategy for vitamin A(Achadi dkk 2010:261). .
PEMBAHASAN
VITAMIN A: APA DAN APA DAMPAK KEKURANGANNYA
Vitamin A dalam Perspektif Gizi
            Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Secara luas, vitamin A merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan prekursor/provitamin A karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik sebagai retinol (Almatsier 2001:153). Vitamin A adalah suatu kristal alkohol berwarna kuning dan larut dalam lemak atau pelarut lemak. Dalam makanan biasanya terdapat dalam bentuk ester retinil, yaitu terikat pada asam lemak rantai panjang. Di dalam tubuh, vitamin A berfungsi dalam beberapa bentuk ikatan kimia aktif, yaitu: retinol (bentuk alkohol), retinal (aldehida), dan asam retinoat (bentuk asam). Retinol bila dioksidasi berubah menjadi retinal dan retinal dapat kembali direduksi menjadi retinol. Selanjutnya, retinal dapat dioksidasi menjadi asam retinoat(Almatsier 2001:155-156).
Vitamin A tahan terhadap panas, cahaya, dan alkali, tetapi tidak tahan terhadap asam dan oksidasi. Pada cara memasak biasa tidak banyak vitamin A yang hilang. Suhu tinggi untuk menggoreng dapat merusak vitamin A, begitupun oksidasi yang terjadi pada minyak yang tengik. Pengeringan buah di matahari dan cara dehidrasi lain menyebabkan kehilangan sebagian dari vitamin A. Ketersediaan biologik vitamin A meningkat dengan kehadiran vitamin E dan antioksidan lain.
Bentuk aktif vitamin A hanya terdapat dalam pangan hewani. Pangan nabati mengandung karotenoid yang merupakan prekursor (provitamin) vitamin A. Di antara ratusan karotenoid yang terdapat di alam, hanya bentuk alfa, beta, dan gama serta kriptosantin yang berperan sebagai provitamin A. Beta- karoten adalah bentuk provitamin A paling aktif, yang terdiri atas dua molekul retinol yang saling berkaitan. Karotenoid terdapat di dalam kloroplas tanaman dan berperan sebagai katalisator dalam fotosintesis yang dilakukan oleh klorofil. Oleh karena itu, kerotenoid paling banyak terdapat dalam sayuran berwarna hijau tua(Almatsier 2001:156).
Dampak Kekurangan Vitamin A
            Seperti halnya defisiensi zat gizi mikro lainnya, defisiensi vitamin A akan berdampak pada penurunan kualitas sumber daya manusia dan merupakan penyebab terbesar kasus morbiditas dan mortalitas pada anak balita di beberapa negara berkembang. Selain itu, defisiensi vitamin A dapat berdampak pada peningkatan risiko kebutaan (Dwiyanti dkk 2013:74).
Kekurangan (defisiensi) vitamin A terutama terdapat pada anak-anak balita. Tanda-tanda kekurangan terlihat bila simpanan tubuh habis terpakai. Kekurangan vitamin A dapat merupakan kekurangan primer akibat kurang konsumsi, atau kekurangan sekunder karena gangguan penyerapan dan penggunaannya dalam tubuh, kebutuhan yang meningkat, ataupun karena gnagguan pada konversi karoten menjadi vitamin A. Kekurangan vitamin Asekunder dapat terjadi pada penderita Kurang Energi Protein (KEP), penyakit hati, alfabeta-lipoproteinemia, atau gangguan absorpsi karena kekurangan asam empedu. Kekurangan vitamin A banyak terdapat di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia, karena makanan kaya vitamin A pada umumnya mahal harganya(Almatsier 2001:163).
1.      Buta senja
Salah satu tanda awal kekurangan vitamin A adalah buta senja (niktalopia), yaitu ketidakmampuan menyesuaikan penglihatan dari cahaya terang ke cahaya samar-samar/senja, seperti memasuki kamar gelap dari kamar terang. Konsumsi vitamin A yang tidak cukup menyebabkan simpanan dalam tubuh menipis, sehingga kadar vitamin A darah menurun yang berakibat vitamin A tidak cukup diperoleh retina mata untuk membentuk pigmen penglihatan rodopsin.
1.      Perubahan pada mata
Kornea mata terpengaruh secara dini oleh kekurangan viatmin A. Kelenjar air mata tidak mampu mengeluarkan air mata sehingga terjadi pengeringan pada selaput yang menutupi kornea. Ini diikuti oleh tanda-tanda: atrofi kelenjar mata, keratinisasi konjungtiva (selaput yang melapisi permukaan bagian dalam kelopak mata dan bola mata), pmburaman, peleasan sel-sel epitel kornea yang akhirnya berakibat melunaknya dan pecahnay kornea. Mata terkena infeksi, dan terjadi perdarahan. Gejala-gejala ini dalam bentuk ringan dinamakan serosis konjungtiva, yaitu konjungtiva menjadi kering, bercak Bitot (disebut Bitot’s spot  berdasarkan nama dokter Prancis yang pertama menemukan), yaitu berupa bercak putih keabu-abuan pada konjungtiva. Dalam bentuk sedang dinamakan xerosis kornea, yaitu kornea menjadi kering dan kehilangan kejernihannya. Tahap akhir adalah keratomalasia, di mana kornea menjadi lunak dan bisa pecahyang menyebabkan kebutaan total.
2.      Infeksi
Fungsi kekebalan tubuh menurun pada kekurangan vitamin A, sehngga mudah terserang infeksi. Di samping itu lapisan sel yang menutupi trakea dan paru-paru mengalami keratinisasi, tidak mengeluarkan lendir, sehingga mudah dimasuki mikroorganisme atau bakteri atau virus dan menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Bila terjadi pada permukaan dinding usus akan menyababkan diare. Perubahan pada permukaan saluran kemih dan kelamin dapat menimbulkan infeksi pada ginjal dan kantung kemih, serta vagina. Perubahan ini dapat pula meningkatkan endapan kalsium yang dapat menyebabkan batu ginjal dan gangguan kantung kemih. Kekurangan vitamin A pada anak-anak di samping itu dapat menyebabkan komplikasi pada campak yang dapat menyebabkan kematian. Vitamin A dinamakan juga vitamin anti-infeksi.
3.      Perubahan pada kulit
Kulit menjadi kering dan kasar. Folikel rambut menjadi kasar, mengeras dan mengalami keratinisasi yang dinamakan hiperkeratosis folikular. Mula-mula terkena lengan dan paha, kemudian dapat menyebar ke seluruh tubuh. Asam retinoat sering diusapkan ke kulit untuk menghilangkan kerutan kulit, jerawat, dan kelainan kulit lain.
4.      Gangguan pertumbuhan
Kekurangan vitamin A menghambat pertumbuhan sel-sel, termasuk sel-sel tulang. Fungsi sel-sel yang membentuk email pada gigi terganggu dan terjadi atrofi sel-sel yang membentuk dentin, sehingga gigi mudah rusak.
FORTIFIKASI VITAMIN A DALAM MINYAK GORENG CURAH
Minyak goreng diidentifikasi sebagai vehicle yang dapat membawa vitamin A dengan berbagai pertimbangan. Pertama, sebagian besar masakan Indonesia menggunakan minyak goreng yang termasuk jenis masakan yang paling digemari di Indonesia. kedua, produksi minyak goreng kebanyakan tersentralisasi. Ketiga, vitamin A larut dalam lemak sehingga dapat terdistribusi secara merata dalam minyak goreng. Berbagai penelitian menunjukkan efektivitas minyak kelapa sawit sebagai kendaraan vitamin A yang baik.
Efektifitas program fortifikasi minyak dengan vitamin A (minyak VITA) terhadap perubahan status vitamin A anak sekolah harus memenuhi paling tidak dua syarat, yaitu konsumsi dalam jumlah dan dalam waktu yang cukup lama untuk memperbaiki status vitamin A di dalam darah. Untuk mengetahui konsumsi minyak VITA perlu diketahui ketersediaan minyak VITA dan tingkat penggunaan dan besar konsumsi minyak VITA tersebut di tingkat rumah tangga, sehingga dapat diperkirakan besar konsumsi minyak per anggota rumah tangga(Achadi dkk 2010:260).
Sifat vitamin A sangat mudah dioksidasi, terutama jika dipengaruhi oleh cahaya, sinar matahari atau cahaya buatan. Vitamin A tidak stabil jika ada asam mineral tetapi stabil dalam basa. Bentuk vitamin A yang ditambahkan ke dalam produk makanan dapat mempengaruhi kestabilannya dan vitamin A dalam bentuk butiran kecil lebih stabil daripada yang ditambahkan dalam bentuk cair. Butiran kecil distabilkan lapisan pelindung. Jika pelindung ini rusak karena basah oleh air, kestabilan vitamin A berkurang (Astuti dkk 2014:157).
Pada saat proses penggorengan, minyak goreng terpapar langsung oleh oksigen. Oksidasi terjadi karena adanya reaksi antara oksigen dari udara dengan lemak di dalam penggorengan. Proses oksidasi dapat terjadi selama suhu kamar maupun selama proses pengolahan menggunakan suhu tinggi. Beberapa produk dari reaksi oksidasi akan menguap, sedangkan sisanya masih berada di dalam  minyak dan bisa mempercepat oksidasi lemak lebih lanjut. Stabilitas minyak akan menurun akibat semakin tidak jenuhnya lemak yang terkandung, semakin lama waktu penggorengan dan semakin luasnya permukaan yang terpapar udara.
Stabilitas vitamin A dalam minyak goreng adalah hal yang sangat penting untuk diketahui. Paparan suhu, cahaya, dan oksigen merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas vitamin A(Martianto dkk 2009:84). Cara penggorengan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia adalah cara penggorengan biasa yang memungkinkan minyak goreng terpapar dengan cahaya dan oksigen. Selain itu, penggorengan yang dilakukan berulang-ulang dengan menggunakan minyak yang sama sering dilakukan oleh masyarakat.           
Perbedaan yang nyata antara tiap penggorengan disebabkan oleh adanya proses kenaikan suhu pada saat pemanasan minyak di setiap penggorengan. Selain itu, terjadi peurunan suhu pada saat jeda waktu antara penggorengan kedua ke penggorengan ketiga. Kecepatan oksidasi dipengaruhi oleh suhu. Proses turun naiknya suhu ini akan menyebabkan minyak goreng dan komponen yang terdapat di dalamnya teroksidasi lebih cepat. Oksidasi vitamin A akan lebih cepat terjadi karena adanya oksidasi minyak goreng.
KONTRIBUSI VITAMIN A DARI MINYAK FORTIFIKASI
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis pangan dan pengulangan penggorengan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan vitamin A per 100 gram produk gorengan. Minyak goreng curah fortifikasi memberikan kontribusi sebesar 17,87%-55,62% per 100 gram produk gorengan terhadap Angka Kecukupan Vitamin A per hari untuk anak usia 7-9 tahun. Dari hasil penelitian terdapat kecenderungan kontribusi vitamin A terbesar adalah pada produk goreng hasil penggorengan pertama. Hal ini disebabkan pada penggorengan pertama vitamin A pada minyak goreng jumlahnya lebih tinggi dari pada minyak yang digunakan pada penggorengan berikutnya (kedua dan ketiga).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa lama konsumsi minyak VITA memperlihatkan hasil yang berbeda terhadap perubahan status vitamin A. Pada kelompok yang mengkonsumsi minyak VITA kurang dari 12 minggu, prevalensi KVA bahkan cenderung meningkat. Pada yang mengkonsumsi lebih dari 12 minggu, prevalensi KVA menururun hampir separuh. Selain itu dari hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lama konsumsi minyak fortifikasi VITA ternyata membedakan perubahan kadar vitamin A serum. Prevalensi KVA (< 20 μg) turun hampir separuhnya dari 46,9% menjadi 26,6% pada kelompok anak yang mengkonsumsi vitamin A selama lebih dari 12 minggu, anak yang mengkonsumsi selama 12 minggu atau kurang tidak mengalami penurunan bahkan terjadi kenaikan (dari 37,1% menjadi 45,4%)(Achadi dkk 2010:259).
KESIMPULAN
Efektifitas program fortifikasi minyak dengan vitamin A (minyak VITA) terhadap perubahan status vitamin A anak sekolah harus memenuhi paling tidak dua syarat, yaitu konsumsi dalam jumlah dan dalam waktu yang cukup lama untuk memperbaiki status vitamin A di dalam darah. Stabilitas vitamin A dalam minyak goreng adalah hal yang sangat penting untuk diketahui. Paparan suhu, cahaya, dan oksigen merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas vitamin A. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis pangan dan pengulangan penggorengan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan vitamin A per 100 gram produk gorengan. Minyak goreng curah fortifikasi memberikan kontribusi sebesar 17,87%-55,62% per 100 gram produk gorengan terhadap Angka Kecukupan Vitamin A per hari untuk anak usia 7-9 tahun. Dari hasil penelitian terdapat kecenderungan kontribusi vitamin A terbesar adalah pada produk goreng hasil penggorengan pertama. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Endang Achadi dkk menunjukkan bahwa lama konsumsi minyak VITA memperlihatkan hasil yang berbeda terhadap perubahan status vitamin A. Pada kelompok yang mengkonsumsi minyak VITA kurang dari 12 minggu, prevalensi KVA bahkan cenderung meningkat. Pada yang mengkonsumsi lebih dari 12 minggu, prevalensi KVA menururun hampir separuh.
DAFTAR PUSTAKA
Achadi, Endang dkk. 2010. Efektivitas Program Fortifikasi Minyak Goreng dengan Vitamin A terhadap Status Gizi Anak Sekolah di Kota Makasar. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 4, No. 6: 255-261
Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Astuti, Rahayu, Siti Aminah dan Agustin Syamsianah. 2014. Komposisi Zat Gizi Tempe yang Difortifikasi Zat Besi dan Vitamin A pada Tempe Mentah dan Matang. Agritech, Vol. 34, No. 2: 151-159
Martianto, Drajat,Sri Anna Marliyati dan Aini Aqsa Arafah. 2009. Retensi Vitamin A padanMinyak Goreng Curah yang Difortifikasi Vitamin A dan Produk Gorengannya. J. Teknol. Dan Industri Pangan, Vol. XX No. 2: 83-89
Dwiyanti, Hidayah dkk. 2013. Efek Pemberian Gula Kelapa yang Diperkaya Minyak Sawit Merah terhadap Peningkatan Berat Badan dan Kadar Retinol Serum Tikus Defisiensi Vitamin A. Penelitian Gizi dan Makanan, Vol. 36(1): 73-81

Tidak ada komentar:

Posting Komentar